Jakarta – Dalam forum yang menggali masa depan sistem jaminan sosial dan ketenagakerjaan Indonesia, Timboel Siregar, Pemerhati Jaminan Sosial (Jamsos), menyampaikan pandangan strategis mengenai urgensi pembentukan Undang-Undang Ketenagakerjaan Baru yang lebih inklusif, adaptif, dan berkeadilan sosial.
“Kita tidak sedang berbicara soal nama atau simbol semata. Kita berbicara tentang perlindungan nyata bagi setiap pekerja baik yang berada di sektor formal, informal, maupun pekerjaan domestik yang selama ini kerap luput dari regulasi,” ujar Timboel disela acara diskusi yang digelar Forum Jamsos Ketenagakerjaan yang mengangkat tema Revisi RUU Ketenagakerjaan: Serap Aspirasi SP/SB”
Ia menekankan bahwa amanat Pusat RK Nomor 168 Tahun 2024, yang merupakan penguatan dari Klaster Ketenagakerjaan Nomor 163, adalah langkah awal yang penting untuk membuka ruang perbaikan sistemik melalui regulasi nasional yang lebih berpihak.
“Aspirasi dari bawah harus kita pastikan sampai ke atas. Forum seperti ini adalah upaya menjahit benang merah dari dinamika di lapangan menjadi substansi yang bisa diperjuangkan sebagai Undang-Undang Ketenagakerjaan Baru. Undang-undang yang tidak hanya bicara soal upah, tapi juga pekerjaan rumah tangga, kerja komunitas, hingga kerja sosial yang menopang kehidupan masyarakat,” tegasnya.
Timboel juga menyoroti tantangan besar dalam merumuskan regulasi yang dapat mencakup keberagaman bentuk kerja yang berkembang hari ini, namun tetap memberikan jaminan perlindungan dan kesejahteraan.
“Pembentukan UU ini tidak mudah, karena kita sedang memotret lanskap kerja Indonesia yang sangat kompleks. Tapi dengan partisipasi luas masyarakat sipil, pemerintah daerah, dan dunia usaha, saya percaya kita bisa wujudkan undang-undang yang melindungi semua pekerjaan—yang memanusiakan pekerja,” pungkas Timboel menutup pernyataannya.
Diskusi ini berlangsung di Sekretariat Forum Jamsos, Jl. H. Sofyan 111, Radar Auri, Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (17/7)
(Insan Dam)