
KebangkitanPartai Masyumi
Untuk Bangsa, & Negara
JAKARTA – Di tengah riuh rendah perdebatan ekonomi nasional dan tekanan biaya hidup yang kian menghimpit, Partai Masyumi melempar sebuah manifesto ekonomi yang menohok jantung kebijakan fiskal pemerintah.
Merespons Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang “Pajak Berkeadilan” yang ditetapkan pada 23 November 2025 lalu, Partai Masyumi tidak sekadar memberikan dukungan moral, tetapi mengajukan peta jalan reformasi total.
Partai menilai, arah jalan ekonomi bangsa telah melenceng jauh. Negara yang seharusnya hadir sebagai pelindung, kini justru dirasakan rakyat sebagai entitas yang menakutkan lewat instrumen pajaknya.
Ketua Umum Partai Masyumi, Dr. Ahmad Yani, dalam pernyataan resmi partainya, menegaskan bahwa tata kelola fiskal nasional saat ini mengalami disorientasi strategis dan filosofis yang akut.
“Kita harus berani jujur. Negara yang seharusnya menjadi pelayan rakyat atau khadimul ummah, kini telah bergeser fungsi menjadi institusi pemungut pajak dan upeti yang predatorik,” ujar Ahmad Yani dengan nada tegas. “Ketika rakyat merasa dikejar-kejar oleh negaranya sendiri di tanah tumpah darahnya, berarti ada yang salah dalam cara kita bernegara.”
Sorotan utama Dr. Ahmad Yani tertuju pada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perdesaan dan perkotaan (P2) untuk rumah hunian. Bagi Masyumi, memajaki tempat berteduh rakyat kecil adalah bentuk kezaliman yang nyata.
Mengutip landasan Fatwa MUI bahwa pajak hanya boleh dikenakan pada harta produktif (namiyah), Ahmad Yani menyebut pengenaan PBB pada rumah tinggal sebagai tindakan irasional.
“Memiliki rumah adalah hak asasi. Itu bukan aset spekulatif bagi rakyat kebanyakan. Mengenakan pajak atas rumah tinggal bagi masyarakat yang pendapatannya bahkan di bawah kebutuhan pokok, adalah tindakan yang tidak manusiawi dan tidak konstitusional,” tegasnya.
“Ekonomi berkeadilan itu bukan sekadar angka di APBN, tapi rasa aman bagi setiap rakyat untuk tidur di bawah atap rumahnya sendiri tanpa takut ‘diusir’ secara halus oleh tagihan pajak negara.”
Berangkat dari kegelisahan tersebut, Dr. Ahmad Yani menguraikan 5 (Lima) Tuntutan Tegas Partai Masyumi kepada pemerintah. Tuntutan ini dirancang untuk “meluruskan kiblat ekonomi bangsa” agar kembali sesuai amanat Konstitusi Pasal 33 dan nilai-nilai Keadilan Sosial.
Pertama, Hapuskan PBB untuk Rumah Huni Tunggal. Masyumi mendesak penghapusan pajak bagi rumah tinggal yang luasnya sesuai standar kebutuhan hidup layak. “Biarkan rakyat bernapas. Jamin hak dasar papan mereka tanpa beban pajak berulang setiap tahunnya,” seru Ahmad Yani.
Kedua, Tetapkan Ambang Batas Pajak (PTKP) Sesuai Nishab Zakat. Dr. Ahmad Yani menyoroti ketidakadilan di mana rakyat berpenghasilan rendah tetap dipotong pajak. Masyumi menuntut kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setara dengan nilai nishab emas (sekitar Rp 10-11 juta per bulan).
“Negara tidak boleh memajaki rakyat yang pendapatannya masih di bawah standar hidup layak atau kifayah. Itu haram hukumnya dalam logika keadilan,” jelasnya.
Ketiga, Implementasi Zakat sebagai Pengurang Pajak Langsung (Tax Credit). Untuk mengakhiri beban ganda bagi umat Islam, Masyumi menuntut zakat mengurangi pajak terutang sebesar 100%, bukan sekadar pengurang penghasilan kena pajak. “Ini amanat Ijtima Ulama. Jangan hukum ketaatan umat dengan beban ganda,” tambah Yani.
Dua tuntutan terakhir Masyumi menyoroti ketimpangan perlakuan negara terhadap rakyat kecil dibandingkan dengan korporasi besar pengelola Sumber Daya Alam (SDA). Ahmad Yani menyebut Indonesia mengalami “Kutukan Sumber Daya”, di mana kekayaan alam dikuras tapi rakyat tetap miskin.
Keempat, Reorientasi Pendapatan Negara (SDA untuk Rakyat). Masyumi menuntut pemerintah menetapkan ‘Total Porsi Negara’ (Government Take) minimal 50-60% pada sektor tambang mineral, menyamai standar Migas, dan menghentikan rezim royalti murah. “Gunakan surplus pendapatan SDA ini khusus untuk dana abadi pendidikan dan kesehatan gratis, sehingga beban pajak rakyat seperti PPN bisa diturunkan,” urai Ahmad Yani.
Kelima, Audit Forensik Insentif Fiskal. Sebagai langkah penutup yang paling keras, Ahmad Yani menantang pemerintah untuk mencabut status Tax Holiday bagi korporasi asing yang tidak berkontribusi nyata. “Lakukan audit forensik! Cabut insentif pajak dan tagih kembali utangnya bagi korporasi yang merusak lingkungan dan gagal menyerap tenaga kerja lokal. Jangan sampai SDA kita jadi bancakan oligarki sementara rakyat menanggung limbahnya.”
Menutup pemaparannya, Dr. Ahmad Yani menegaskan bahwa Partai Masyumi akan terus mengawal tuntutan ini bersama para ulama dan elemen rakyat. “Kami berdiri untuk menegakkan kedaulatan ekonomi yang berdasarkan Tauhid. Negara harus kembali melayani, bukan memalak,” pungkasnya.
Jakarta, 23-Desember-2025
Editior: HANAN FAUZI


