TurunTangan resmi menggelar program Bootcamp Caleg Muda batch 2, yang berlokasi di All Sedayu Hotel, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Kamis (13/07/2023). Selama tiga hari ke depan, sebanyak 17 peserta dari berbagai partai politik akan mengikuti kegiatan ini untuk meningkatkan kapasitasnya sebagai calon legislatif.
Peserta yang hadir berasal dari lintas partai, di antaranya: Demokrat, PKS, Partai Buruh, Golkar, Gelora, PSI, NasDem, dan Perindo. Bahkan, beberapa peserta berasal dari luar Pulau Jawa, seperti Aceh, Bengkulu, dan Kepulauan Riau.
Kegiatan dibuka dengan sambutan Direktur Eksekutif TurunTangan, Juang Akbar Magenda. Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa kepemimpinan anak muda memang sering diragukan karena minim pengalaman. Namun, Juang yakin anak muda dapat menciptakan sesuatu.
“Maka dari itu kami yakin anak-anak muda di TurunTangan dapat membuat sesuatu yang positif dengan menghadirkan program Bootcamp Caleg Muda batch 2 seperti ini,” ujar Juang.
Sementara itu, Dewan Pembina Gerakan TurunTangan, Billy David N mengapresiasi keragaman partai dari para peserta Bootcamp Caleg Muda batch 2. Harapannya kegiatan ini dapat memberikan manfaat secara luas bagi para peserta yang hadir.
“Teman-teman caleg muda yang hadir silakan ambil ilmu dan pengetahuan sebanyak-banyaknya dari para narasumber. Pesan saya adalah investasi terbesar ketika ikut dalam kontestasi politik adalah ide dan gagasan,” kata Billy.
Sesi 1
Hari pertama training dibagi menjadi 3 sesi. Sesi pertama disambut antusias oleh para peserta karena materi yang diangkat mengenai fundraising dan manajemen kampanye politik. Sesi ini diisi oleh Michael Victor Sianipar, praktisi yang telah memulai kariernya di bidang politik sejak 11 tahun yang lalu.
Dia memberikan contoh perjalanan politiknya sendiri sejak tahun 2012 yang telah berpolitik di tiga partai (Perindo, Gerindra, PSI) dan memulai penggalangan dana pertamanya di partai Gerindra pada tahun 2013.
Michael mengatakan kemampuan untuk fundraising seorang caleg haruslah ada.
“Fakta bahwa demokrasi butuh biaya, operasional, pergerakan, dan pengurus partai. Siapa yg mampu mendatangkan dana ia mampu menggerakkan. Kalau tidak punya kemampuan fundraising takut tergoda korupsi,” ucap Michael.
Untuk memperlancar pencarian dana, ada beberapa hal yang menjadi poin utama, yaitu membangun reputasi dan kepercayaan sebagai seorang profesional di bidang politik.
“Dalam hal pengelolaan politik, pentingnya membangun reputasi, menyusun laporan kinerja, dan memiliki ide yang kuat sebagai upaya untuk mendapatkan dukungan finansial dan moril dari publik,” pungkas Michael.
Tak lupa ia menekankan kepada para caleg agar menjalankan ketiga hal ini agar memperoleh kemenangan di pemilu.
“Ketika fundraising harus tahu produk yang akan dijual, bangun narasi, serta pembuatan laporan pertanggungjawaban terhadap dana yang telah dipakai. Hal ini akan meningkatkan trust dari para donatur, serta gunakan sosmed untuk dapil yang berada di kawasan urban,” tutup Michael.
Sesi 2
Sesi kedua dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Titi Anggraini, Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, yang menyampaikan materi tentang kapasitas kepemiluan. Ia menekankan bahwa setiap caleg harus mengerti tentang regulasi kepemiluan agar bisa melindungi diri.
“Caleg harus memahami alur-alur bantuan hukum untuk melindungi diri dari kecurangan,” ungkap Titi.
Titi Anggraini menegaskan bahwa isu kepemiluan di Indonesia semakin rumit dan kompleks, terutama terkait jual beli suara. Dia menekankan pentingnya memastikan bahwa suara yang diberikan oleh pemilih dapat dihitung dan dikonversi menjadi kursi yang representatif.
Dalam sesi tanya jawab, beberapa pertanyaan diajukan oleh peserta seminar. Salah satunya adalah terkait dengan perpindahan suara dari satu partai ke partai lain. Titi Anggraini menjelaskan bahwa proses ini terjadi dalam realitas di lapangan dan ada mekanisme hukum yang mengaturnya.
Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa dalam sistem pemilu di Indonesia, ada kemungkinan suara terbanyak di suatu dapil tidak mendapatkan kursi, seperti kasus yang terjadi pada Mulan Jameela. Hal ini terjadi karena ada perselisihan internal partai yang harus diselesaikan di Mahkamah Konstitusi.
Dalam menyikapi isu-isu kepemiluan ini, Titi Anggraini mengajak para caleg untuk membangun politik yang lebih sehat, melalui representasi perempuan yang lebih baik dan pendekatan yang inklusif. Ia juga menekankan pentingnya partisipasi pemuda dan kelompok-kelompok yang masih rentan dalam proses pemilu.
“Pemilu harus diisi oleh orang-orang muda, tetap berjuang, risiko harus diambil tidak ada yg instan. Merebut peluang memerlukan perencanaan. Kecenderungan kita kompetensi, mari bangun aliansi,” tutupnya pada sesi ini.
Sesi 3
Sesi ketiga ini cukup berbeda karena berbentuk talkshow. Narasumber yang hadir di antaranya Syafiah Basir (Anggota DPRD Donggala 2019-2024), Nova Harivan Paloh (Anggota DPR RI 2019-2024), dan Rizki Natakusumah (Anggota DPR RI 2019-2024). Pada sesi ini, narasumber membagikan pengalamannya ketika mengikuti pemilu dan bagaimana strateginya untuk meraih kemenangan.
Nova menjelaskan bahwa ketika nyaleg, caleg harus mempelajari demografi masyarakat dapilnya serta membentuk tim relawan. Yang tak kalah penting, caleg harus mau repot ketika nyemplung di dunia politik.
“Kalo kita ingin mencalonkan diri sebagai legislatif harus siap repot. Repot di telepon banyak orang, repot nerima proposal, repot dikejar-kejar masyarakat. Makanya jangan memberikan janji yang tidak masuk akal. Prinsipnya, memberikan apa yang kita bisa lakukan,” ujar Nova.
Dalam membentuk tim relawan, caleg pun harus jeli dan melakukan uji tim. Selain itu harus memilih relawan yang benar-benar bisa menjalani fungsi sosialisasi yang sesuai timeline. Para caleg pun harus paham keunggulan diri.
“Paham diferensiasi kita dengan caleg lain apa, keunggulan diri kita apa. Kondisi lapangan ini disebut pesta rakyat atau pesta proposal. Harus punya prinsip keteguhan diri. Paling penting niat ikhlas bantu masyarakat,” ucap Nova.
Syafiah menekankan pada melakukan klasifikasi dan identifikasi pemilih yang beragam harus dilakukan untuk bisa menentukan sasaran suara yang dipilih serta jumlah tim. Untuk mengidentifikasi hal tersebut Syarifah merekomendasikan para caleg untuk mengamati jumlah suara pemenang di dapilnya masing-masing.
“Teman-teman akan kelelahan kalau enggak punya data, lihat dulu di 2019, suara kursi terakhir berapa? Identifikasi suara kursi terakhir itu menjadi dasar suara yang ditargetkan berapa, dari itu bisa bikin tim yang disesuaikan,” ungkapnya.
Setelah tahu targetnya, caleg diharapkan mampu memetakan suara yang diperolehnya dari mana saja. Apakah dari keluarga, teman, bisnis, atau pemilih? Ia juga seseorang yang memegang teguh idealismenya bahwa biaya kampanye itu bisa murah.
“Saya mengeluarkan uang sebesar Rp 47,6 juta untuk melakukan kampanye di 4 kecamatan di 40 desa,” kata Syafiah.
Sementara itu, Rizki mengaku menjadi anggota DPR menjadi caranya untuk mengubah daerahnya. Untuk menang, Rizki menekankan pada terbangunnya struktur serta kerja lapangan.
“Yang lebih penting itu bangun jaringan struktur sampai ke RT/RW. Enggak ada satu blueprint atau cara yg saklek untuk menang nyaleg? Message kita harus disesuaikan dengan daerah masing-masing, harus bisa jawab pertanyaan mereka.” ungkapnya.
Ia pun mengatakan bahwa pemasangan baliho caleg juga penting dilakukan saat kampanye sebagai ajang pengenalan.
“Tapi lebih penting lagi ketemu sama masyarakat, tatap muka dengan masyarakat. Siapa yang paling sering bertatap muka dengan masyarakat maka akan menang. Karena kita bukan Elon Musk, yang enggak pernah ketemu langsung bisa percaya. Kita pakai jalur yang proper yang dipercaya bisa menang,” pungkas Rizki.
Tak lupa Rizki mengingatkan, ketika memilih timses harus diuji terlebih dahulu.
“Tes kalau misal money politic itu ada atau enggak. Beri stiker ke tim, nyampe apa enggak ke masyarakat? Bisa evaluasi tim, kalau tim gue di sini jalan amanah, di sini enggak. Tapi, intinya message-nya harus jelas, tagline-nya harus jelas, yang diperjuangin jelas,” tutupnya.