Jakarta – Kelompok Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Bidang Kerjasama Internasional Dr. Darmansjah Djumala menegaskan pembubaran JI pantas diapresiasi namun pemerintah tetap harus waspada terhadap kemunculan kembali paham radikal pada kelompok mereka.
Dia pun menegaskan, para mantan anggota JI perlu mengikuti program pembinaan dan deradikalisasi BNPT agar dapat meninggalkan paham radikal melalui tahapan rehabilitasi, reedukasi dan reintegrasi sosial.
“Meski Jamaah Islamiyah sudah membubarkan diri, kita harus tetap waspada terhadap ideologi yang mereka yakini selama ini. Untuk itu dirasa perlu untuk terus melakukan pembinaan dan program deradikalisasi bagi para mantan anggota organisasi tsb. dalam jangka panjang,” tegasnya usai acara Diskusi Panel “Global Terrorism Index 2025: Findings and Lessons Learned for Indonesia di Jakarta pada Kamis (10/4/2025).
Pimpinan Jamaah Islamiyah (JI), afiliasi Al-Qaeda (AQ) pada Juni 2024 telah mengumumkan pembubaran organisasi mereka untuk kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Sejauh ini, mantan anggota JI yang sudah kembali ke tengah-tengah masyarakat diperkirakan berjumlah 1.400 orang (Antara, 23 Desember 2024).
Pada bagian lain, Dubes Djumala juga secara khusus menyoroti perkembangan isu terorisme di kawasan Asia Selatan, khususnya terkait dengan isu pengungsi Rohingya.
Dirinya mengingatkan pada pertemuan Joint Working Group (JWG) Kerja Sama Penanggulangan Terorisme ke-6 antara Indonesia-India, 23 Agustus 2024, Delegasi India telah mendeteksi adanya tindak terorisme yang dilakukan oknum Islam radikal dari Bangladesh yang ditengarai mempunyai jaringan dengan pengungsi militan Rohingya.
Keresahan Dr. Djumala juga didasari dari Data GTI 2025 yang mengungkapkan pada 2024, Asia Selatan merupakan kawasan yang menempati skor rata-rata tertinggi tindakan terorisme dalam satu dekade terakhir. Sedangkan UNHCR per Mei 2024 mencatat jumlah pengungsi Rohingya di Indonesia sebanyak 2.026 orang pengungsi Rohingya yang tersebar di Aceh, Medan dan Makassar.
“Sebagai langkah pre-emptive, baik kiranya jika Indonesia, India dan Bangladesh bekerja sama dalam pertukaran informasi jaringan terorisme, khususnya yang terkait dengan pengungsi Rohingya. Kerjasama ketiga negara tsb. diharapkan dapat menekan potensi terorisme di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara sejak dini,” ujarnya.
(Barto S)